Berita  

Issue Dibalik Industry Tournament Game Mobile Legends : Beli Kursi

Issue Dibalik Industry Tournament Game Mobile Legends : Beli Kursi

Portal berita terkini – Industri eSports di Indonesia mengalami perkembangan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu game yang mendominasi adalah Mobile Legends: Bang Bang, yang memiliki basis pemain besar dan komunitas kompetitif yang aktif. Namun, di balik kemegahan turnamen dan pertumbuhan industri, ada isu kontroversial yang mencuat, yaitu praktik “beli kursi” dalam Mobile Legends Professional League (MPL), yang mewajibkan tim membayar biaya partisipasi yang sangat tinggi.

Sistem Franchise League dalam MPL Mobile Legends

Dalam sistem ini, tim harus membayar biaya partisipasi sebesar Rp 15 miliar untuk mendapatkan slot dalam kompetisi.

Latar Belakang Penerapan Franchise League

Pada tahun 2019, Moonton, sebagai pengembang Mobile Legends, mengubah format kompetisi MPL menjadi franchise league. Dalam sistem ini, tim harus membayar biaya partisipasi sebesar Rp 15 miliar untuk mendapatkan slot dalam kompetisi. Moonton mengklaim bahwa sistem ini bertujuan untuk meningkatkan standar turnamen dan menjamin keberlangsungan liga.

Model Bisnis dan Distribusi Pendapatan MPL Mobile Legends

Moonton berjanji bahwa lebih dari 50% pendapatan dari sponsor dan hak siar akan didistribusikan ke tim-tim peserta sebagai bentuk profit sharing. Namun, tidak semua pihak menyambut baik sistem ini, terutama tim-tim yang tidak mampu membayar biaya franchise yang tinggi.

Kontroversi Seputar Beli Kursi dalam Mobile Legends

Reaksi dari Tim eSports dan Komunitas

Keputusan Moonton menerapkan sistem franchise league memicu gelombang kritik. Salah satu tokoh yang paling vokal menentang kebijakan ini adalah Erick Herlangga, pemilik Louvre Esports. Erick menuduh Moonton melakukan monopoli karena sistem ini hanya diterapkan di Indonesia, sementara di negara lain tidak diberlakukan biaya serupa.

Petisi dan Protes

Menanggapi kebijakan ini, komunitas eSports bahkan membuat petisi online yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, serta Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf. Mereka meminta mediasi agar kebijakan ini dapat diubah atau dibatalkan karena dinilai tidak adil bagi tim yang baru berkembang.

Tanggapan Moonton pemilik Mobile Legends

Bantahan atas Tuduhan Monopoli

Moonton menegaskan bahwa biaya Rp 15 miliar bukan untuk membeli slot semata, melainkan sebagai investasi yang akan digunakan untuk meningkatkan ekosistem kompetitif. Mereka juga menegaskan bahwa pemilihan tim tidak hanya berdasarkan kemampuan finansial, tetapi juga komitmen dan strategi jangka panjang dari tim peserta.

Keuntungan bagi Tim Peserta

Tim yang masuk dalam franchise league akan mendapatkan keuntungan seperti:

  • Keamanan finansial melalui profit sharing
  • Kepastian slot di MPL tanpa harus melalui kualifikasi
  • Akses ke sumber daya dari Moonton untuk pengembangan organisasi

Meskipun demikian, banyak pihak yang masih menganggap sistem ini sebagai bentuk eksklusivitas yang menghambat kesempatan bagi tim-tim baru.

Dampak terhadap Tim eSports Kecil

Hambatan Partisipasi bagi Tim Baru

Menurut Topreneur Biaya franchise yang tinggi membuat tim-tim kecil dan baru sulit berpartisipasi. Sebelumnya, tim dapat lolos ke MPL melalui jalur kualifikasi, tetapi dengan adanya sistem ini, kesempatan tersebut semakin menipis. Akibatnya, banyak tim kecil memilih untuk membubarkan diri atau beralih ke turnamen lain yang lebih terbuka.

Dominasi Tim-Tim Besar

Dengan adanya sistem ini, MPL cenderung didominasi oleh tim-tim besar seperti EVOS Legends, RRQ Hoshi, dan ONIC Esports, yang memiliki dukungan finansial kuat. Hal ini menciptakan kesenjangan yang semakin lebar antara tim lama dan tim baru dalam industri eSports.

Perbandingan dengan Franchise League di eSports Lain

Sistem franchise bukan hal baru dalam dunia eSports.

Overwatch League dan League of Legends Championship Series

Sistem franchise bukan hal baru dalam dunia eSports. Beberapa liga besar seperti Overwatch League dan League of Legends Championship Series (LCS) telah menerapkan sistem ini dengan biaya partisipasi yang bahkan lebih tinggi, mencapai US$20 juta atau sekitar Rp 281 miliar.

Relevansi di Indonesia dengan Mobile Legends

Namun, banyak yang berpendapat bahwa sistem ini tidak cocok diterapkan di Indonesia, mengingat ekosistem eSports di sini masih berkembang. Model bisnis ini lebih cocok untuk negara dengan industri eSports yang sudah matang dan memiliki banyak investor besar.

Respons dari Asosiasi eSports Indonesia Terhadap Mobile Legends

Pandangan Indonesia eSports Association (IESPA)

Ketua IESPA, Eddy Lim, menyatakan bahwa sistem franchise league merupakan hak Moonton sebagai penyelenggara. Namun, ia juga mengingatkan bahwa jika sistem ini gagal, maka Mobile Legends bisa kehilangan daya tariknya di Indonesia.

Selain itu, ia menyarankan agar Moonton mempertimbangkan kembali dampaknya bagi tim-tim kecil serta memberikan alternatif bagi mereka untuk tetap bisa berpartisipasi dalam kompetisi profesional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *